Bila Marah Palingkan Muka





Sahabat, ini ada artikel yang menarik buat dibaca, terutama buat sahabat yang punya anak yang masih balita. Seperti yang kita tahu anak2 balita selalu dalam kondisi alfa..karena blum bisa membedakan antara imaginer dan nyata. So semoga bermanfaat bagi kita semua.

Sahabat, ada kalanya kita tidak menguasai diri untuk tidak marah. Banyak sekali ragam perilaku saat sedang marah. Sebut saja salah satunya dengan beberapa fisiologis seperti berkata keras dan tinggi (membentak), mata melotot dan berbias merah, wajah merona merah gelap, otot sekitar rahang dan leher menjadi kaku atau menegang, dan lainnya. Ekspresi lainnya ada yang cenderung diam, menjadi tidak peduli dengan lingkungan, dan lain-lainnya.

Saat seseorang sedang dalam keadaan marah, bagi siapa saja yang sudah terbiasa berada disekitarnya akan bisa membedakan. Apakah saat ini sedang marah, senang, riang, sedih atau rasa apa saja. Karena dari sisi fisiologis masing-masing orang akan cukup mudah dikenali, apalagi perubahan yang signifikan.

Ada orang tua setiap kali anaknya melakukan kesalahan dia marah dengan ekspresi kasnya. Apapun halnya yang membuat marah selalu dengan ekspresi sama. Pada saat hal yang dilakukan anak tersebut tidak berubah, misalnya belum berhenti melakukan sesuatu yang membuat orang tuanya marah, orang tua tersebut akan mulai dengan berkata keras. Jika anak tersebut masih meneruskan maka dia akan didatangi oleh orang tua tersebut. Suatu ketika anak tadi tidak mengikuti apa yang dikatakan orang tuanya hingga, memancing marah yang lebih besar dan orang tua tersebut memukul salah satu bagian tubuhnya.

Hari berlalu, berganti minggu dan berganti bulan. Suatu saat, Si Anak tadi melakukan hal yang tidak diijinkan Si Orang Tua. Akibatnya kalau diteruskan tentu saja Si Anak akan mendapatkan hal sebagaimana yang pernah didapatkan sebelumnya. Saat anak tadi hendak meneruskan, dia melihat orang tuanya sedang melihat dirinya dan dengan ekspresi kas marah yang muncul. Spontan Si Anak tadi menghentikan kegiatannya. Karena dia sadar betul konsekuensi yang akan dialami, kalau masih nekad melakukan lagi.

Pada ilustrasi diatas apa yang terjadi sahabat? Pengenalan fisiologis? Atau anchoring? Atau dua-duanya?

Si Anak akan menterjemahkan sesuai kondisinya. Saat dalam keadaan sadar total dengan logical level yang baik, dia akan mengenali bentuk fisiologis. Mengenali tanda-tanda yang terjadi pada perubahan orang tuanya. Sehingga menyimpulkan bahwa orang tuanya marah dengan yang dilakukan. Penterjemahan secara aktual dalam bentuk larangan untuk dilanjutkan. Sehingga tindakan yang dilakukan anak tadi adalah menghentikan.

Jika Si Anak tersebut melihat dengan peripheral view atau dengan kondisi alfa (unconsious) karena kondisi fokus pada suatu kegiatan atau mainan tertentu, maka yang bekerja adalah anchoring. Sehingga secara tidak sadar, setiap melihat wajah orang tuanya dengan ekspresi itu, diterjemahkan dengan marah. Sebagai bentuk larangan untuk melanjutkan sesuatu apapun yang sedang dilakukan anak tadi.
Walau sangat mungkin terjadi dua proses berjalan dengan bersamaan. Sehingga sangat efektif, saat berfikir mengartikan ekspresi, pada lain sisi secara tidak sadar sudah menghentikan kegiatan tersebut.

Apakah marah dengan expresi ada sisi negatifnya?
Interpretasi terhadap fisiologis tertentu dalam kondisi sadar maupun tindakan karena proses anchoring dalam kondisi bawah sadar, berjalan dengan otomatis. Berbedanya dalam kondisi sadar masih ada kesempatan melakukan bantahan atau fungsi kritis masih terjadi. Sedang dalam proses anchoring akan langsung terjadi tanpa adanya proses penalaran yang kritis.
Jika anchor ini tertanam begitu kuat sehingga akan terpasang permanen sebelun dihapuskan. Misalnya suatu ketika, anak tersebut sedang berlibur bersama keluarga. Anak tersebut sudah dewasa dan sudah juga berkeuarga. Pada suatu kesempatan keluarga besar berlibur di pantai.
Pada suatu ketika, terjadi sebuah kecelakaan, ada seorang gadis yang nyaris tenggelam di pantai yang agak dalam. Si Anak tersebut, yang sekarang sudah dewasa dan telah beristri hendak meolong. Dia menceburkan diri ke pantai dan segera menyelamatkan, gadis tersebut.
Saat berenang membawa gadis tersebut menuju tepian, orang tuanya melihat kejadian itu. Dia berfikir bahwa si anak berenang dengan gadis itu. Spontan wajahnya akan menampilkan ekspresi kasnya lagi. Saat ekspresi ini dilihat oleh Si Anak yang sedang menolong, maka langsung mengakses alam bawah sadarnya. Karena dia dalam keadaan fokus kuat terhadap gadis tersebut. Saat bawah sadarnya terakses, maka interpretasi yang terjadi adalah dilarang untuk meneruskan menolong tadi. Gadis itu dilepaskan, tanpa sadar. Sehingga gadis itu mengalami hal yang fatal.

Ilustrasi tersebut mungkin sangat mengada-ada atau terlampau membesarkan. Namun dalam hal yang lebih kecil, sebenarnya sering sekali terjadi. Khususnya pada keluarga kita. Ternyata, sangat berefek jika kita marah dengan menampakkan wajah kita. Dengan memperlihatkan fisiologis yang terjadi perubahan pada raut muka kita. Harus mulai belajar, setiap kita sedang marah, mengendalikan atau setidaknya dengan mengalihkan pandangan ke arah lain (membelakangi). Setidaknya kita menyadari bahwa orang yang kuat lagi keras, bukan yang selalu bisa menang dalam perkelahian, namun orang kuat itu, orang yang bisa mengendalikan marahnya. Mari, untuk siapapun jika memang tidak bisa tidak untuk marah, maka palingkan muka biarkan cukup suara saja yang terdengar olehnya.


(diambil dari milis Motivasi Indonesia, tulisan Yant Subiyanto, ST, CM-NLP)

Komentar

Postingan Populer